Review Novel Critical Eleven Karya Ika Natassa
Penulis: Ika Natassa
Tebal: 344 halaman
Cetakan: 11 Agustus 2015 (Cetakan pertama)
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Harga: Rp. 79.000
Label: Metropop
***
"Membaca Critical Eleven?Tiga menit pertama yang menyenangkan, delapan menit terakhir yang mengesankan, dan hanya butuh kurang dari 11 detik untuk memutuskan bahwa ini adalah karya favorit saya dari Ika Natassa. Ika sebagai pilot, mengendalikan segalanya dengan sangat baik dan berakhir dengan super smooth landing. Impressive! I absolutely love this book! Romantic and uplifting. This bok will successfully put a smile on your face and also make you think."
Ninit Yunita - Penulis
"Sebagai pencinta bandara tanpa tempat pulang yang tetap (dan benci terbang, seperti Anya), saya menemukan sekeping 'rumah' di buku ini sejak halaman pertama. Ika bertutur dengan hangat dan memikat (dengan sentuhan yang 'Ika banget') sehingga pembaca akan merasa dekat dengan sosok Anya dan Ale - sesuatu yang menurut saya sangat penting dalam sebuah cerita. Satu lagi: novel ini harus dibaca sambil minum kopi. You'll know why!"
Jenny Jusuf - Penulis & Scriptwriter
Dalam dunia penerbangan, dikenal istilah critical eleven, sebelas menit paling kritis di dalam pesawat - tiga menit setelah take off dan delapan menit sebelum landing - karena secara statistik delapan puluh persen kecelakaan pesawat umumnya terjadi dalam rentang waktu sebelas menit itu. It's when the aircraft is most vulnerable to any danger.
In a way, it's kinda the same with meeting people. Tiga menit pertama kritis sifatnya karena saat itulah kesan pertama terbentuk, lalu ada delapan menit sebelum berpisah - delapan menit ketika senyum, tindak tanduk, dan ekspresi wajah orang tersebut jelas bercerita apakah itu akan jadi awal sesuatu ataukah justru menjadi perpisahan.
Ale dan Anya pertama kali bertemu dalam penerbangan Jakarta - Sydney. Tiga menit pertama Anya terpikat, tujuh jam berikutnya mereka duduk bersebelahan dan saling mengenal lewat percakapan serta tawa, dan delapan menit sebelum berpisah Ale yakin dia menginginkan Anya.
Kini, lima tahun setelah perkenalan itu, Ale dan Anya dihadapkan pada satu tragedi besar yang membuat mereka mempertanyakan pilihan-pilihan yang mereka ambil, termasuk keputusan pada sebelas menit paling penting dalam pertemuan pertama mereka.
Diceritakan bergantian dari sudut pandang Ale dan Anya, setiap babnya merupakan kepingan puzzle yang membuat kita jatuh cinta atau benci kepada karakter-karakternya, atau justru keduanya.
***
Tanya Baskoro bertemu dengan Aldebaran Risjad saat penerbangan Jakarta - Sydney. Dimulai dari perkenalannya mengenai kesamannya untuk pergi ke Sydney, percakapan singkat namun dapat membuat mereka menjadi lebih dekat, dan diakhiri dengan menukar nomor telepon sebagai perpisahan singkat mereka.
Singkat cerita, kedekatan mereka yang cukup singkat membawa mereka mengambil sebuah keputusan yang sama dan bersifat sakral, pernikahan. Namun, suatu kejadian dalam pernikahan mereka membuat hubungan mereka merenggang, sambil membuat mereka memikirkan kembali keputusan yang telah dipilih; benar atau salah.
Diceritakan dengan alur campuran, buku ini cocok sambil meminum secangkir kopi.
***
Saya membeli buku ini tepat dua hari setelah perilisannya secara nasional, tanggal 13 Agustus 2015 kemarin. Awalnya saya ingin mengikuti PO buku ini pada 1 Juli 2015, namun saya tidak kebagian, lantaran karena saya terlambat 11 menit, waktu itu saya masih di tempat saya kursus gambar jadi saat saya langsung membuka website online shop yang sudah diberikan mandat, saya terlambat. Namun, saya tidak terlalu kecewa, karena buku Critical Eleven merupakan novel pertama karya Kak Ika yang saya baca. Oleh sebab itu, Critical Eleven (mungkin) menjadi penentu apakah saya memang klop dengan karya Kak Ika atau tidak.
Saya habiskan 1 minggu membaca buku ini (hasil dari penyicilan buku) karena saya masih memiliki tugas di sekolah dan masih beradaptasi dengan tingkatan pelajaran yang lebih lanjut. Secara overall, saya rasa buku ini lebih cocok dimasukkan ke dalam lini Le Mariage (Elex Media Komputindo) dibandingkan lini Metropop (Gramedia Pustaka Utama) karena ceritanya lebih berhubungan dengan tema pernikahan, dibandingkan dengan Metropop yang setahu saya mainly focus on stories about romance and career in adult life, walau saya tahu bahwa background Kak Ika sampai buku terbarunya ini memang memiliki latar di lini Metropop, but I think it's OK to get out of our comfort zone sometimes.
Ceritanya tidak terlalu spesial, mungkin cenderung mainstream, tetapi permasalahannya saya rasa ada sesuatu yang fresh . Saya kadang-kadang cukup terganggu dengan banyaknya frasa dalam bahasa Inggris, I know it's Metropop, but I think it's too Metropop(py), well probably in my opinion. Awalannya dan pemilihan judul untuk buku ini juga merupakan 'peran pembantu', karena jika tidak ada kedua aspek ini, maka akan ada sesuatu yang gamblang dan hilang dalam cerita ini. Cerita dengan alur yang campuran juga membuat pembaca semakin penasaran membaca halaman selanjutnya apalagi dengan point of view (POV) dari kedua tokoh.
Dengan penggambaran yang komplit mengenai kedua tokoh (tidak diberitahukan secara langsung, namun perlahan-lahan sehingga pembaca dapat menikmatinya) dan juga nama panggilan kedua tokoh 'Ale' dan 'Anya' membuat pembaca merasa dekat dengan kedua tokoh tersebut. Ada satu hal yang membuat saya cukup bingung dalam buku ini, yaitu waktu yang digunakan kadang-kadang tidak akurat, Ale bilang delapan bulan yang lalu, Anya bilang tujuh bulan yang lalu, yang mana yang benar? Ada juga beberapa typo di dalam sini, yang kalau dipikir-pikir, perbedaannya jauh sekali dari satu karakter ke karakter yang lain,
Seharusnya buku ini dilabeli Metropop (walau pembaca setia Kak Ika pasti tahu bahwa Kak Ika adalah penulis Metropop), karena jika ada remaja yang membacanya mereka pasti akan sangat kecewa (karena mereka akan berpikir bahwa ini cerita tentang orang yang memiliki heartbreak, tidak dipedulikan apakah tokohnya dewasa atau masih young adult) dan juga saya mengalami pengalaman lucu saat saya membeli buku ini.
Saat saya ingin membayar, saya mengeluarkan kupon saya yang bertuliskan 'Diskon 20% buku berlabel Metropop' yang saya dapatkan saat saya membeli scrapbook buatan Gramedia. Saat saya menunjukkan kupon tersebut, kasir yang sedang melayani saya berkata, "Maaf de, buku ini kan gak ada label Metropop-nya, jadi gak bisa pake kupon ini." Dalam hati saya tertawa, sini yang gak tahu atau sono yang tidak mengetahui informasi bahwa buku ini tertulis Metropop jika melihat pada komputer (yang sudah diprogram oleh Gramedia sendiri, menunjukkan stok suatu buku), lagipula karena mbak-mbak kasir tersebut lebih tua akhirnya saya mengalah dan membayar dengan hasil aslinya.
Untuk kovernya, saya tidak ingin banyak omong, tapi saya rasa bahwa pewarnaannya merupakan jenis akuarel (?) dan saya harus memberikan apresiasi kepada penulisnya, tapi saya bukanlah orang yang menyukai gambar berjenis seperti yang ditampilkan pada kover buku ini, sehingga saya menyukai kaver buku ini secara 50 : 50.
3.5 stars out of 5 for this book.
Comments
Post a Comment