Review Novel Kim Ji Yeong, Lahir Tahun 1982 ( 82 년생 김지영) Karya Cho Nam Joo
Penulis: Cho Nam Joo
Tebal: 192
Terbit: 2016 (Korea)
11 November 2019 (Indonesia)
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Harga: Rp58.000
***
Kim Ji-Yeong adalah anak perempuan yang terlahir dalam keluarga yang mengharapkan anak laki-laki, yang menjadi bulan-bulanan para guru pria di sekolahm dan yang disalahkan ayahnya ketika ia diganggu anak laki-laki dalam perjalanan pulang dari sekolah di malam hari.
Kim Ji-Yeong adalah mahasiswi yang tidak pernah direkomendasikan dosen untuk pekerjaan magang di perusahaan ternama, karyawan teladan yang tidak pernah mendapat promosi, dan istri yang melepaskan karier serta kebebasannya demi mengasuh anak.
Kim Ji-Yeong mulai bertingkah aneh.
Kim Ji-Yeong mulai mengalami depresi.
Kim Ji-Yeong adalah sosok manusia yang memiliki jati dirinya sendiri.
Namun, Kim Ji-yeong adalah bagian dari semua perempuan di dunia.
Kim Ji-Yeong, Lahir Tahun 1982 adalah novel sensasional dari Korea Selatan yang ramai dibicarakan di seluruh dunia. Kisah kehidupan seorang wanita muda yang terlahir di akhir abad ke-20 ini membangkitkan pertanyaan-pertanyaan tentang praktik misoginis dan penindasan institusional yang relevan bagi kita semua.
***
Buku ini bercerita mengenai kehidupan Kim Ji Yeong, seorang wanita yang lahir, dibesarkan, dan tinggal di Korea Selatan sejak 1982 hingga 2016 dengan segala praktik misoginis yang sejujurnya dirasakan oleh seluruh wanita di seluruh dunia.
CERITAKU
Sumber diambil dari http://netizenbuzz.blogspot.com/2018/03/male-fans-make-show-of-leaving-irene.html |
Sejujurnya saat aku baca judulnya, ada semacam rasa familiar. Ternyata, buku ini adalah buku yang terlihat dibawa oleh Irene Red Velvet dan dikecam banyak warganet Korea karena membangkitkan feminisme. Bahkan, sampai ada yang sampai membakar fotonya karena kecewa Irene membaca buku bertemakan feminisme. Salahkah seorang wanita saling memberdayakan wanita lainnya?
Apalagi kabar bahwa buku ini akhirnya difilmkan dengan judul yang sama: Kim Ji Yeong, bahkan sudah tayang di akhir November-awal Desember di Indonesia, aku semakin penasaran dengan novel ini. Ketika akhirnya buku ini diterjemahkan ke bahasa Indonesia, aku langsung membeli ini tanpa banyak pikir. Terlebih, hingga akhir tahun Gramedia masih memberlakukan potongan 25% untuk semua buku terbitan Gramedia dengan kartu BCA (bisa berupa Flazz, Debet BCA, Kredit BCA, dll.). Jadilah aku membaca buku ini kurang lebih 5 hari, bahkan membacanya menjelang Penilaian Akhir Semester ini.
PANDANGANKU
Buku ini sudah aku incar sejak tahu tentang Irene 'Red Velvet' yang dikomentari karena membawa buku ini. Tak hanya Irene saja, RM 'BTS', Soo Young 'SNSD', dan aktris Park Shin Hye bahkan membaca buku ini. Ketika menyelesaikan karya tulis ini, akhirnya aku mengerti mengapa buku ini dikatakan sebagai novel sensasional.
Melalui ceritanya, kita dibawa ke pandangan Kim Ji Yeong tentang kehidupannya yang dibagi menjadi beberapa bab, baik dari masa kecilnya, saat dia berkuliah, bekerja, bahkan hingga akhirnya menikah dan memiliki anak. Rasanya seperti membaca berbagai kisah yang dialami oleh wanita di negara misoginis yang digabung menjadi satu.
Ini bukanlah suatu kelemahan melainkan suatu nilai tambahan bahwa Cho Nam Joo, sang penulis, berhasil mengaitkan semua dilema yang dirasakan seluruh wanita ke dalam cerita seorang Kim Ji Yeong. Kim Ji Yeong yang tak setuju dengan segala peraturan yang dihasilkan dari budaya patriarki dan anggapan bahwa wanita akan selalu menjadi warga kelas dua dan segalanya harus diberikan kepada pria sebagai warga kelas satu.
Pembagian hidup Kim Ji Yeong secara jelas memudahkan pembaca untuk memahami konteks serta perubahan zaman yang dirasakan tokoh utama dan Korea Selatan. Yang membuat takjub adalah kemampuan penulis untuk menuliskan cerita ini dengan catatan kaki berupa berita-berita yang menunjukkan bahwa sang penulis tidak asal-asalan menuduh masyarakat sebagai asal dari budaya misoginis ini.
Untuk yang tak terlalu paham dengan budaya Korea pun dimasukkan dalam catatan kaki sehingga versi terjemahan ini dapat dimengerti oleh orang awam seperti aku. Jika boleh jujur, aku merasa bahwa terjemahan yang diberikan sangat baik sehingga apabila nama tokohnya diganti saja, aku bisa merasakan bahwa praktik ini sesungguhnya sedang dihadapi oleh seluruh wanita di dunia.
Maka dari itu, bukan suatu bualan bahwa buku ini menjadi sangat sensasional, terutama di Korea Selatan karena sang penulis berani dalam mengungkapkan suatu kegiatan yang sudah menjadi lazim, padahal sesungguhnya tak sesuai dengan hak manusia untuk mendapatkan kesejajaran.
Terdapat pendapat bahwa buku ini hanya ingin membela wanita dan menjelek-jelekkan pria dan juga ada pihak yang merasa bahwa buku ini berhasil meneriakkan keresahan sebagai wanita yang tinggal di negara dengan nilai patriaki yang sangat kental.
Mungkin saja, untuk pemilihan kavernya, dapat dijelaskan simbol dari gambar wanita yang terpampang karena tentunya sedikit berbeda dengan kaver simpel yang dimiliki oleh Korea. Mungkin saja, pasar yang dituju berbeda sehingga harus ada penyesuaian dengan gambar simbolik wanita. Bisa jadi suatu empowerment call dan yang mengetahuinya hanyalah desainer dari buku ini saja.
Terlepas dari semua itu, buku ini harus dibaca oleh semua kalangan masyarakat, tak terkecuali wanita maupun pria untuk membuka mata mereka terhadap dunia patriaki yang belum mampu menyetarakan wanita.
Rating: 🌕🌕🌕🌕🌗
Comments
Post a Comment